Get me outta here!

Selasa, 26 Januari 2021

KARYA TULIS/ARTIKEL (Fenomena Bisnis Minuman Kopi Kekinian serta Perilaku Konsumen)

Fenomena Bisnis Minuman Kopi Kekinian serta Perilaku Konsumen

NIP (208), YRC (219), URS (246)

ABSTRAK

Dewasa ini dengan berkembangnya zaman dan teknologi manusia semakin berinovasi dalam mengembangkan usahanya. Dapat dilihat saat ini menjamurnya kedai-kedai kopi dengan konsep kekinian. Menikmati kopi sekarang bisa dilakukan sambil berswafoto dan membagikannya ke media sosial. Melakukan dan menentukan target pasar juga diperlukan. Memasarkan produk juga harus menarik perhatian untuk masyarakat. Respon mengenai gerai kopi kekinian berbeda-beda di setiap kalangan, terutama kalangan generasi milenial. Oleh sebab itu, melalui karya tulis ini akan dipaparkan mengenai fenomena kopi kekinian serta perilaku konsumen.

Kata Kunci: kafe, kopi, pemasaran, perilaku konsumen

PENDAHULUAN

Kopi termasuk tanaman lokal yang banyak dijumpai di Indonesia yang seringkali diolah menjadi berbagai hidangan mulai dari minuman hingga makanan. Bila ditinjau dari sosial budayanya, Indonesia sendiri sejak lama memiliki tradisi minum kopi seperti yang terkenal daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia ada di Aceh Gayo, Flores NTT, Kintamani Bali. Perlu adanya pengembangan lebih lanjut demi melestarikan kopi-kopi lokal di Indonesia.

Seiring berkembangnya zaman maka teknologi pun semakin maju dan manusia pun menjadi modern. Hal tersebut tentunya juga memengaruhi perilaku dan gaya hidup manusia. Perkembangan teknologi berdampak kepada perkembangan dari kebutuhan manusia akan keberlangsungan hidupnya. Tingkat kebutuhan manusia akan teknologi semakin besar, sehingga menyebabkan munculnya berbagai teknologi yang mampu menjawab kebutuhan tersebut. Saat ini perlu menyeimbangkan antara kegiatan ekonomi dengan teknologi.

Manusia sendiri dikenal sebagai makhluk yang dinamis. Selalu mengikuti perkembangan zaman dan tren masa kini. Elemen waktu, tempat dan ruang tidak lagi menjadi batasan dalam kehidupan sehari-hari. Tradisi minum kopi di Indonesia pun masih punya tempat tersendiri dalam masyarakat urban ini.

Hal ini menarik untuk ditulis, sebab salah satu fenomena yang populer di Indonesia ialah keberadaan kios-kios kopi (coffee stalls) yang dikemas lebih modern. Fenomena tersebut semakin hari semakin menjamur di negara kita ini dan dapat kita temui di desa hingga kota. Semakin banyak diganderungi dari muda hingga tua, terutama para remaja yang gemar berkumpul. Selain itu, gerai kopi (coffee shop) juga digemari karena penampilan yang menarik  mata pengunjung dan harga yang masih ramah di kantong. Peluang inilah kemudian yang dimanfaatkan oleh coffee shop untuk mulai memasarkan kopi kepada generasi milenial.

Biasanya juga kedai kopi digunakan untuk berkumpul seperti rapat, waktu bersama keluarga, berdiskusi bersama teman hingga bercengkerama dengan orang tersayang. Fungsi tersebutlah yang rata-rata masyarakat lakukan, sebab coffee shop memiliki desain dengan suasana yang minimalis, elok dipandang serta teduh. Dengan hal ini kita pun jadi tahu apa saja perilaku masyarakat menanggapi fenomena kedai kopi kekinian.

KAJIAN TEORI

A. Kopi

Kopi merupakan jenis minuman yang sering dikonsumsi oleh manusia, selain itu kopi memiliki khasiat bagi tubuh. Kopi memiliki cita rasa yang khas sehingga sangat digemari oleh masyarakat. Peningkatan jumlah peminum kopi semakin tahunnya terus mengalami peningkatan dan kemudian menimbulkan kebiasaan yang baru. Budaya meminum kopi sudah ada sejak dulu (Kholik, 2018).

Menurut Wiliam H. Ukers dalam bukunya All About Coffee kata kopi mulai masuk ke dalam bahasa-bahasa Eropa sekitar tahun 1600-an yang diadaptasi dari bahasa Arab qahwa. Di Arab istilah qahwa tidak ditunjukkan untuk nama tanaman tetapi merujuk pada nama minuman. Ada catatan yang menyebutkan istilah tersebut merujuk pada salah satu jenis minuman dari anggur (wine) (Kholik, 2018).

Ada empat jenis kelompok kopi yang dikenal, yaitu, kopi arabika, kopi robusta, kopi liberika dan kopi ekselsa. Kelompok kopi yang dikenal memiliki nilai ekonomis dan diperdagangkan secara komersial, yaitu kopi arabika dan kopi robusta. Sementara itu, kelompok kopi liberika dan kopi ekselsa kurang ekonomis dan kurang komersial  (Rahardjo, 2017).

Maka dari itu, dapat diketahui bahwasannya kata “kopi” berasal dari bahasa Arab yang berarti qahwa. Namun, qahwa di sini berarti minuman yang berasal dari anggur (wine). Mengenai arti kopi sebenarnya memiliki berbagai macam arti dari sudut pandang yang berbeda, tetapi rata-rata para ahli mengambil definisi tersebut. Kopi merupakan tanaman yang menghasilkan biji, biasanya biji tersebut diolah dengan teknik tertentu. Sehingga akan menghasilkan cita rasa kopi yang khas, kopi identik juga dengan rasa yang kepahit-pahitan.

B. Kedai Kopi (Coffee Shop)

Kata kafe (dalam arti kedai kopi) berasal dari bahasa Perancis, café yang artinya juga kopi. Kafe yang semula selalu di pinggir jalan dan sederhana, sekarang masuk ke dalam gedung hotel berbintang atau mal dengan berbagai nama. Salah satunya adalah coffee shop yang sekarang praktis menjual makanan berat juga. Namun, juga melayani tamu yang memesan minuman dan  makanan kecil  (Herlyana, 2012).

Menurut Sahro, manajer marketing Coffee Bean and Tea Leaf, saat ini ada pergeseran, mereka yang biasa ngopi di hotel berbintang beralih ke coffee shop. Hal ini dimungkinkan karena mereka ingin mencari suasana baru yang tidak didapatkan di hotel. Di coffee shop lebih bebas, suasananya dibuat seperti di rumah sendiri (Kholik, 2018).

Unsur visual, aroma, suara, dan material tekstur yang sesuai dengan target market terus dikembangkan oleh pemilik usaha untuk mendalami pengalaman konsumen. Diharapkan dengan langkah tersebut maka pemilik usaha dapat menemukan cara baru untuk membangun hubungan yang lebih kuat dengan para konsumen dan mendorong merek mereka untuk dapat atau lebih mudah diingat (Aryani, 2019).

Kedai kopi (coffee shop) ialah tempat untuk menikmati hidangan kopi, biasanya juga terdapat camilan untuk menikmati hidangan kopi. Sebenarnya sejak lama kedai kopi ada, dahulu biasa disebut warung kopi (wakop), tersedia juga di hotel-hotel. Warkop hanya ada di pinggir jalan dengan harga yang ramah. Berbeda dengan warkop, kafe di hotel biasa dinikmati oleh para kaum menengah keatas bersama koleganya, yang mana tentu dengan harga yang relatif lebih mahal daripada warkop. Sekarang kedai kopi banyak dijumpai dengan desain yang menarik hingga dilengkapi WiFi.

C. Pemasaran

Marketing 4.0 mengedepankan pengembangan teknologi tidak hanya berhenti pada teknologi, tapi bagaimana teknologi mampu membantu merek dalam memanusiakan relasi dengan para pelanggannya. Marketing 4.0 yang mengusung konsep digital atau lebih mengedepankan teknologi tidak serta merta mematikan pemasaran tradisional, karena marketing 4.0 bergerak dari kenikmatan (enjoyment 1.0), pengalaman (experience 2.0), perjanjian (engagement 3.0) sampai kepada pemberdayaan (empowerment 4.0) dalam hubungannya dengan konsumen (Kertajaya, 2017: 73 dalam Alfirahmi, 2019).

Integrated Marketing Communication (IMC) merupakan proses komunikasi yang menggunakan perencanaan seperti iklan, promosi penjualan, publisitas perilisan, acara-acara, dan sebagainya yang disampaikan dari waktu ke waktu kepada pelanggan target dari merek dan calon pelanggan (Shimp, 2014 dalam  Ayuningtyas, 2018). Tujuan utama IMC adalah untuk memilih kombinasi dari unsur – unsur pemasaran yang paling efektif untuk menyalurkan informasi yang dibutuhkan oleh konsumen (Melnikova, Naumenko dan Smakotina, 2016 dalam Ayuningtyas, 2018).

Komunikasi pemasaran terpadu adalah upaya untuk menghasilkan citra merek dari hasil pemasaran dan promosi yang dilakukan oleh perusahaan. Setiap informasi yang keluar harus berdasarkan sumber yang sama sehingga informasi yang dipaparkan oleh perusahaan mempunyai kesamaan tema dan penentuan posisi (positioning)  (Ayuningtyas, 2018).

Dalam membangun usaha diperlukan adanya pemasaran produk apa yang kita jual. Memasarkan produk guna dikenal oleh masyarakat luas. Selain itu juga meningkatkan kuantitas produk terjual.  Iklan dalam usaha yang kita punya menjadi hal yang krusial. Banyak cara agar menarik perhatian target seperti membuat iklannya menjadi menarik dan melakukan promo diskon dalam suatu produk. Itu semua perlu strategi pemasaran yang benar. Mengkuti perkembangan zaman yang mana telah berkiblat ke arah revolusi industri 4.0. Perlu menyeimbangkan antara iklan yang komunikatif dengan teknologi yang berkembang saat ini.

D. Perilaku Konsumen

Kegiatan yang melibatkan konsumen berhubungan dengan perilaku, dimana sebelum memutuskan sebuah perilaku membeli atau tidak, sebelumnya ada proses yang dilalui. Sehingga yang menjadi perhatian utama dari pemasar adalah meningkatkan pelayanan yang pada akhirnya berdampak kepada perilaku konsumen. Perilaku konsumen adalah tindakan langsung dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan produk berupa barang atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan (Herlyana, 2012 dalam Alfirahmi, 2019).

Perilaku konsumen selalu berhubungan dengan kebutuhan. Proses awal adalah konsumen akan mengenal kebutuhan yang diharapkan, dimana umumnya sikap ini muncul dari stimulus tentang memikirkan sesuatu baru kemudian diikuti dengan proses pencarian informasi. Ketika dihubungkan dengan proses pencarian informasi, konsumen mencari segala informasi yang dibutuhkan dari berbagai sumber seperti iklan, media sosial, atau pendapat dari orang terdekat (Alfirahmi, 2019).

Ketika informasi sudah diperoleh, konsumen akan melakukan evaluasi sederhana untuk memastikan perilaku yang akan diambil, atau mencari alternatif yang sekiranya dianggap baik. Pada tahap ini konsumen akan menentukan perilaku, berupa keputusan pembelian. Berdasarkan tahapan terakhir dari Kotler, maka tahapan terakhir berupa evaluasi baru akan diperoleh ketika konsumen sudah melakukan pembelian (Alfirahmi, 2019).

Berdasarkan kepada faktor internal, ada beberapa faktor yang menentukan perilaku konsumen diantaranya uang, waktu, perhatian, motivasi dan pengetahuan konsumen akan produk. Pada umumnya ketika konsumen ditawarkan dengan harga produk yang rendah, konsumen akan cepat mengambil keputusan. Sebaliknya, produk yang dijual dengan harga tinggi membutuhkan pertimbangan matang untuk memutuskan perilaku  (Duncan, 2005 dalam Alfirahmi, 2019).

Gaya hidup sebagian anak muda cenderung berorientasi pada nilai kebendaan dan prestise, yang terlihat melalui fenomena coffee shop sebagai gaya hidup hedonis kaum muda. Melalui pemahaman teori perkembangan dan “akhlak islam ini” menunjukkan bahwa: karakteristik remaja yang cenderung berlaku impulsif, senang menjadi pusat perhatian, cenderung ikut-ikutan, dan peka terhadap inovasi-inovasi baru menjadi pendukung kecenderungan gaya hidup hedonis (Herlyana, 2012 dalam Alfirahmi, 2019).

Dengan demikian, perilaku termasuk tindakan manusia untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Manusia memiliki kehendak masing-masing dan tak seorang pun berhak melarang tindakan manusia apabila tidak melanggar norma, aturan, dan merugikan. Manusia juga berperilaku sesuai dengan perkembangan zaman, mengikuti arus zaman yang dilewati.

METODE PENELITIAN

Studi ini menggunakan metode penelitian studi pustaka. Mengamati dari hasil-hasil penelitian yang ada dan dijabarkan menurut sumber dan referensi. Sumber-sumber yang diambil berasal dari jurnal penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Indonesia sebagai negara agraris yang kaya akan pertanian seperti sawah, kebun teh, kebun kopi, kebun karet, kebun apel dan berbagai macam rempah-rempah bisa memaksimalkan produksinya untuk dikonsumsi masyarakat luas. Salah satunya kopi, Indonesia dikenal sebagai penghasil kopi terbesar di dunia. Indonesia memiliki berbagai macam varian kopi dari berbagai daerah seperti Aceh, Nusa Tenggara Timur, Bali dan sebagainya. Kopi biasa digunakan dalam makanan dan minuman, sejak dahulu juga Indonesia telah memiliki budaya minum kopi. Biasanya kopi diseduh dengan air panas sebelum dinikmati.

Dahulu biasanya kopi hanya disantap oleh para orang tua di waktu pagi dan sore hari. Namun, saat ini kopi digemari juga oleh para kaum muda. Kopi tersedia di warkop-warkop (warung kopi) pinggir jalan dengan bentuk bangunan yang sederhana. Walaupun sederhana tetapi tempat tersebut selalu diminati oleh setiap kalangan baik remaja hingga orang tua. Bahkan mereka bisa menghabiskan berjam-jam hingga larut malam dengan menikmati segelas kopi sambil bersenda gurau.

Sejak kehadiran kedai kopi premium dengan nama Starbucks pada tahun 2002, maka mulai berjamurnya kedai kopi (coffee shop) di beberapa wilayah Indonesia, akan tetapi belum ramai. Namun, fenomena munculnya kedai kopi dimulai tahun 2014 bahkan dikemas dalam bentuk usaha franchise (waralaba) (Aryani, 2019). Ada juga konsep kios kopi (coffee stalls) yang didesain kekinian dan minimalis. Sekarang telah bermuncul berbagai merek (brand) kios kopi seperti Kopi Dari Hati, Janji Jiwa, Kopi Kenangan, Fore. Rata-rata kedai kopi tersebut memiliki desain yang minimalis, kekinian, dan instagramable (bagus dan menarik jika diposting ke instagram).

Seiring perkembangan zaman yang mana teknologi semakin maju tak lepas juga dengan perkembangan bisnis yang semakin beragam. Manusia berlomba-lomba menciptakan kreasi agar tetap bisa bertahan hidup ditengah persaingan ekonomi kini. Revolusi industri semakin berkembang mulai dari revolusi industri 1.0 yang mana pemasar tidak peduli dengan situasi yang dihadapi konsumen, karena tindakan yang dilakukan adalah meyakinkan konsumen akan produk tanpa melihat kepada kondisi dari konsumen. Selanjutnya marketing pada revolusi industri 2.0 lebih menekankan kepada customer-centric, yaitu konsumen adalah pusat dari segala kegiatan pemasaran. Pemasar atau perusahaan berbondong-bondong melakukan penelitian untuk melihat keinginan dan kebutuhan konsumen, yang kemudian dijadikan sebagai rancangan dari produk yang akan dipasarkan. Kemudian, marketing pada revolusi industri 3.0 tentang menawarkan pemahaman bahwa pemasar ditantang untuk melahirkan sebuah produk yang pas dengan semangat kemanusiaan. Saat ini kita telah memasuki revolusi industri 4.0 dimana marketingnya menggunakan  pendekatan pemasaran yang mengkombinasikan interaksi daring  (online) dan interaksi luring (offline)  antara pemasar dan konsumen. Pemasar diminta untuk tidak hanya mengedepankan branding, tetapi juga harus memperhatikan sisi kemanusiaan dari konsumen dengan menyuguhkan konten yang relevan dengan pelanggan dan kemasan yang  up-to-date dan bagus. Marketing 4.0 juga mengedepankan teknologi.  (Kertajaya, 2017 dalam Alfirahmi, 2019)

Agar mendapat konsumen dalam suatu usaha perlu adanya pemasaran dengan melakukan promosi dan juga komunikasi yang baik dengan konsumen. Promosi dapat dilakukan di mana saja, kapan saja dengan cara apa saja. Bisa dengan baliho, spanduk, brosur, banner, ataupun pengiklanan di televisi dan internet. Dunia yang serba modern ini sangat mengandalkan internet di dalamnya, tentu saja memudahkan kita dalam melakukan apapun, mulai dari belanja, memesan ojek, hingga dompet elektronik. Sesuai dengan revolusi industri 4.0 yang berkolaborasi dengan teknologi yang semua berada dalam genggaman, saat ini telah tersedia platform untuk memesan pangan yang kita inginkan. Aplikasi tersebut tentunya akan memudahkan para pemilik usaha kopi untuk mempromosikan usahanya, usaha tersebut seperti gofood dan grabfood. Bahkan ada merek minuman kopi kekinian yang telah memiliki aplikasi sendiri seperti Fore. Bisa juga dengan endorse (menyuruh orang yang terkenal untuk mempromosikan) kepada para artis maupun influencer (orang yang berpengaruh) dengan follower (pengikut) dengan jumlah banyak. Dengan begitu, akan sangat membantu memperkenalkan produk tersebut kepada masyarakat.

Usaha kopi kekinian juga baiknya memiliki media sosial sebagai tempat promosi produknya. Orang-orang bahkan banyak yang lebih aktif di media sosial. Untuk mengatur media sosial juga diperlukan admin. Admin juga harus interaktif dengan pengguna media sosial agar tidak terkesan kaku dan tentunya menyenangkan. Saat ini banyak ditemukan admin-admin yang aktif dan humoris di media sosial, terbukti dengan keinteraktifan dan cepat tanggap tersebut akan menarik minat konsumen sehingga mau mengikuti media sosial mereka.

Penetapan harga pada produk usaha kopi kekinian disesuaikan dengan target pasar mereka. Jika target pasar mereka anak sekolahan biasanya menetapkan tarif ramah. Namun, jika target kalangan menengah ke atas, berarti harus siap membangun usahanya di sekitar kawasan elite. Jika mereka membangun kafe mewah di kawasan padat penduduk menengah ke bawah, maka sudah dipastikan tidak akan dilirik oleh konsumen sekitar mereka. Bentuk kafe, produk yang digunakan, desain, hingga perlengkapan di dalamnya juga menjadi faktor untuk menentukan nilai jual produk kopi tersebut.

Selain itu, branding juga krusial dalam menjalankan usaha kopi. Maksud dari branding ialah memberikan identitas atau pengenalan dalam suatu produk agar produk tersebut selalu dikenal dan diingat oleh masyarakat. Branding bisa dilakukan dengan memberi nama yang mudah diingat dan unik, ada juga nama yang berfilosofi dan puitis seperti merek Kopi Lain Hati, Baper, Kenangan, dan lain-lain. Slogan yang singkat dan bermakna juga termasuk branding yang baik. Memberikan maskot atau logo juga perlu diperhatikan. Sayangnya, kini ada saja pengusaha yang menggunakan nama-nama “nyeleneh” untuk merek mereka dan terkesan tak senonoh seperti merek Ko&thol dan Ngo Cok. Hal tersebut dilakukan agar para target penasaran dengan produk mereka tanpa memperhatikan etika yang ada. Itu semua perlu dipertimbangkan sesuai target pasar masing-masing.

Melalui fenomena kedai kopi kekinian ini, ada banyak respon dari masyarakat. Respon itu timbul mulai dari remaja, dewasa, hingga orang tua. Menanggapi fenomena bisnis kopi kekinian dipastikan yang lebih antusias ialah para remaja dan dewasa. Tempat tinggal juga mempengaruhi antusias masyarakat dalam fenomena ini. Misalnya, warga kota atau pinggiran kota lebih antusias daripada warga desa, biasanya dikarenakan karena tidak tersedianya kedai kopi di wilayah tersebut.

Latah atau ikut-ikutan juga menjadi fokus perilaku konsumen. Seringkali terjadi pada kaum muda yang senang mengikuti tren masa kini. Ada anggapan dari kaum muda jika tidak mengikuti tren maka akan tertinggal zaman. Hal tersebut biasanya karena mereka kaum muda lebih mengutamakan prestise (gengsi) dalam gaya hidup mereka. Kaum muda juga biasanya berkunjung ke kedai kopi kekinian selain bercengkarama dengan kerabat mereka juga sebagai bahan unggahan mereka ke media sosial.

Berbeda dengan kaum muda, orang tua lebih biasa saja dalam menanggapi fenomena ini. Orang tua lebih suka menikmati kopi di warkop (warung kopi) sederhana yang biasa mereka kunjungi. Orang tua memiliki waktu lebih sibuk untuk bekerja. Selain itu juga, agar selalu bisa berinteraksi dengan para tetangga hingga orang baru, yang mana itu akan menjaga relasi mereka.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan di atas bahwa tradisi minum kopi tidak akan lekang dari waktu. Tradisi minum kopi akan selalu diminati oleh setiap usia, semua itu tergantung dengan arus zaman yang dilewati. Saat ini sedang menjamur kedai kopi kekinian dengan nuansa kafe yang minimalis dan instagramable. Kedai-kedai kopi untuk menarik perhatian target juga memakai nama yang unik, mudah diingat, bahkan puitis. Biasanya nama dan kata-kata puitis dipakai untuk menggait target remaja. Remaja lebih suka dengan kata-kata romantis dan bermakna. Harga yang ditawarkan juga beragam tergantung taget pasar mereka. Agar produk. Harga yang ditawarkan juga beragam tergantung taget pasar mereka. Agar produknya semakin dikenal, para pengusaha biasanya mengiklankan di baliho, spanduk, media sosial hingga para publik figur ataupun influencer (orang yang berpengaruh). Respon untuk fenomena kedai kopi kekinian ini juga berbeda-beda, kaum muda lebih antusias dari orang tua. Banyak kaum muda yang mengutamakan konsumerisme dan prestise dalam diri mereka. Sedangkan, orang tua lebih biasa saja menanggapi fenomena ini.

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Alfirahmi. (2019). Fenomena Kopi Kekinian di Era 4.0 Ditinjau dari Marketing 4.0 dan Teori Uses and Effect. Jurnal Lugas, 24-30.

Aryani, D. I. (2019). Tinjauan Sensory Branding dan Psikologi Desain Kedai Kopi Kekinian terhadap Perilaku Konsumen (Studi Kasus: Mojo Coffee). Jurnal Ilmiah Desain Interior, 330-336.

Ayuningtyas, D. (2018). Pengaruh IMC Kobrew Coffee dalam Menarik Minat Beli Konsumen. Electronic Theses and Dissertations UMS, 4.

Hendrawan, F. (2019). Karakteristik Desain Facade Kios-Kios Kopi (Coffee Stalls) Kekinian di Kota Denpasar. Jurnal Patra.

Herlyana, E. (2012). Fenomena Coffee Shop sebagai Gejala Gaya Hidup Baru Kaum Muda. Thaqafiyyat, 190.

Hidayatullah, N. A. (2018). Realitas Kafe Kekinian bagi Kalangan Mahasiswa pada Komunitas Instameet Surabaya. Jurnal Unair, 10-16.

Kholik, N. S. (2018, April 06). Kajian Gaya Hidup Kaum Muda Penggemar Coffee Shop. p. 9.

Rahardjo, P. (2017). Berkebun Kopi. Jakarta Timur: Penebar Swadaya.

 

 

0 komentar:

Posting Komentar