Fenomena Bisnis Minuman Kopi Kekinian
serta Perilaku Konsumen
NIP (208), YRC (219), URS (246)
ABSTRAK
Dewasa ini dengan
berkembangnya zaman dan teknologi manusia semakin berinovasi dalam
mengembangkan usahanya. Dapat dilihat saat ini menjamurnya kedai-kedai kopi
dengan konsep kekinian. Menikmati kopi sekarang bisa dilakukan sambil berswafoto
dan membagikannya ke media sosial. Melakukan dan menentukan target pasar juga
diperlukan. Memasarkan produk juga harus menarik perhatian untuk masyarakat. Respon
mengenai gerai kopi kekinian berbeda-beda di setiap kalangan, terutama kalangan
generasi milenial. Oleh sebab itu, melalui karya tulis ini akan dipaparkan
mengenai fenomena kopi kekinian serta perilaku konsumen.
Kata Kunci: kafe, kopi, pemasaran,
perilaku konsumen
PENDAHULUAN
Kopi
termasuk tanaman lokal yang banyak dijumpai di Indonesia yang seringkali diolah
menjadi berbagai hidangan mulai dari minuman hingga makanan. Bila ditinjau dari
sosial budayanya, Indonesia sendiri sejak lama memiliki tradisi minum kopi seperti
yang terkenal daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia ada di Aceh Gayo,
Flores NTT, Kintamani Bali. Perlu adanya pengembangan lebih lanjut demi
melestarikan kopi-kopi lokal di Indonesia.
Seiring
berkembangnya zaman maka teknologi pun semakin maju dan manusia pun menjadi
modern. Hal tersebut tentunya juga memengaruhi perilaku dan gaya hidup manusia.
Perkembangan teknologi berdampak kepada perkembangan dari kebutuhan manusia
akan keberlangsungan hidupnya. Tingkat kebutuhan manusia akan teknologi semakin
besar, sehingga menyebabkan munculnya berbagai teknologi yang mampu menjawab
kebutuhan tersebut. Saat ini perlu menyeimbangkan antara kegiatan ekonomi
dengan teknologi.
Manusia
sendiri dikenal sebagai makhluk yang dinamis. Selalu mengikuti perkembangan
zaman dan tren masa kini. Elemen waktu, tempat dan ruang tidak lagi menjadi
batasan dalam kehidupan sehari-hari. Tradisi minum kopi di Indonesia pun masih
punya tempat tersendiri dalam masyarakat urban ini.
Hal ini menarik untuk ditulis, sebab salah
satu fenomena yang populer di Indonesia ialah keberadaan kios-kios kopi (coffee stalls) yang dikemas lebih modern.
Fenomena tersebut semakin hari semakin menjamur di negara kita ini dan dapat
kita temui di desa hingga kota. Semakin banyak diganderungi dari muda hingga
tua, terutama para remaja yang gemar berkumpul. Selain itu, gerai kopi (coffee shop) juga digemari karena
penampilan yang menarik mata pengunjung
dan harga yang masih ramah di kantong. Peluang inilah kemudian yang
dimanfaatkan oleh coffee shop untuk
mulai memasarkan kopi kepada generasi milenial.
Biasanya juga kedai kopi digunakan untuk
berkumpul seperti rapat, waktu bersama keluarga, berdiskusi bersama teman
hingga bercengkerama dengan orang tersayang. Fungsi tersebutlah yang rata-rata
masyarakat lakukan, sebab coffee shop memiliki desain dengan suasana yang
minimalis, elok dipandang serta teduh. Dengan hal ini kita pun jadi tahu apa
saja perilaku masyarakat menanggapi fenomena kedai kopi kekinian.
KAJIAN
TEORI
A. Kopi
Kopi
merupakan jenis minuman yang sering dikonsumsi oleh manusia, selain itu kopi
memiliki khasiat bagi tubuh. Kopi memiliki cita rasa yang khas sehingga sangat
digemari oleh masyarakat. Peningkatan jumlah peminum kopi semakin tahunnya
terus mengalami peningkatan dan kemudian menimbulkan kebiasaan yang baru.
Budaya meminum kopi sudah ada sejak dulu (Kholik, 2018).
Menurut
Wiliam H. Ukers dalam bukunya All About
Coffee kata kopi mulai masuk ke dalam bahasa-bahasa Eropa sekitar tahun
1600-an yang diadaptasi dari bahasa Arab qahwa.
Di Arab istilah qahwa tidak
ditunjukkan untuk nama tanaman tetapi merujuk pada nama minuman. Ada catatan
yang menyebutkan istilah tersebut merujuk pada salah satu jenis minuman dari
anggur (wine) (Kholik, 2018).
Ada empat jenis kelompok kopi yang
dikenal, yaitu, kopi arabika, kopi robusta, kopi liberika dan kopi ekselsa.
Kelompok kopi yang dikenal memiliki nilai ekonomis dan diperdagangkan secara
komersial, yaitu kopi arabika dan kopi robusta. Sementara itu, kelompok kopi
liberika dan kopi ekselsa kurang ekonomis dan kurang komersial (Rahardjo, 2017).
Maka dari itu, dapat diketahui
bahwasannya kata “kopi” berasal dari bahasa Arab yang berarti qahwa. Namun, qahwa di sini berarti minuman yang berasal dari anggur (wine). Mengenai arti kopi sebenarnya
memiliki berbagai macam arti dari sudut pandang yang berbeda, tetapi rata-rata
para ahli mengambil definisi tersebut. Kopi merupakan tanaman yang menghasilkan
biji, biasanya biji tersebut diolah dengan teknik tertentu. Sehingga akan
menghasilkan cita rasa kopi yang khas, kopi identik juga dengan rasa yang
kepahit-pahitan.
B. Kedai Kopi (Coffee Shop)
Kata
kafe (dalam arti kedai kopi) berasal dari bahasa Perancis, café yang artinya juga kopi. Kafe yang semula selalu di pinggir
jalan dan sederhana, sekarang masuk ke dalam gedung hotel berbintang atau mal
dengan berbagai nama. Salah satunya adalah coffee
shop yang sekarang praktis menjual makanan berat juga. Namun, juga melayani
tamu yang memesan minuman dan makanan
kecil (Herlyana, 2012).
Menurut Sahro, manajer marketing Coffee Bean and Tea Leaf, saat
ini ada pergeseran, mereka yang biasa ngopi di hotel berbintang beralih ke coffee shop. Hal ini dimungkinkan karena
mereka ingin mencari suasana baru yang tidak didapatkan di hotel. Di coffee shop lebih bebas, suasananya
dibuat seperti di rumah sendiri (Kholik, 2018).
Unsur
visual, aroma, suara, dan material tekstur yang sesuai dengan target market
terus dikembangkan oleh pemilik usaha untuk mendalami pengalaman konsumen. Diharapkan
dengan langkah tersebut maka pemilik usaha dapat menemukan cara baru untuk
membangun hubungan yang lebih kuat dengan para konsumen dan mendorong merek
mereka untuk dapat atau lebih mudah diingat (Aryani, 2019).
Kedai kopi (coffee shop) ialah tempat untuk menikmati hidangan kopi, biasanya
juga terdapat camilan untuk menikmati hidangan kopi. Sebenarnya sejak lama
kedai kopi ada, dahulu biasa disebut warung kopi (wakop), tersedia juga di
hotel-hotel. Warkop hanya ada di pinggir jalan dengan harga yang ramah. Berbeda
dengan warkop, kafe di hotel biasa dinikmati oleh para kaum menengah keatas
bersama koleganya, yang mana tentu dengan harga yang relatif lebih mahal
daripada warkop. Sekarang kedai kopi banyak dijumpai dengan desain yang menarik
hingga dilengkapi WiFi.
C. Pemasaran
Marketing 4.0
mengedepankan pengembangan teknologi tidak hanya berhenti pada teknologi, tapi
bagaimana teknologi mampu membantu merek dalam memanusiakan relasi dengan para
pelanggannya. Marketing 4.0 yang mengusung konsep digital atau
lebih mengedepankan teknologi tidak serta merta mematikan pemasaran
tradisional, karena marketing 4.0
bergerak dari kenikmatan (enjoyment 1.0),
pengalaman (experience 2.0), perjanjian
(engagement 3.0) sampai kepada pemberdayaan
(empowerment 4.0) dalam hubungannya
dengan konsumen (Kertajaya, 2017: 73 dalam Alfirahmi, 2019).
Integrated Marketing Communication
(IMC) merupakan proses komunikasi yang menggunakan perencanaan seperti iklan,
promosi penjualan, publisitas perilisan, acara-acara, dan sebagainya yang
disampaikan dari waktu ke waktu kepada pelanggan target dari merek dan calon
pelanggan (Shimp, 2014 dalam Ayuningtyas, 2018).
Tujuan utama IMC adalah untuk memilih kombinasi dari unsur – unsur pemasaran
yang paling efektif untuk menyalurkan informasi yang dibutuhkan oleh konsumen (Melnikova,
Naumenko dan Smakotina, 2016 dalam Ayuningtyas, 2018).
Komunikasi
pemasaran terpadu adalah upaya untuk menghasilkan citra merek dari hasil
pemasaran dan promosi yang dilakukan oleh perusahaan. Setiap informasi yang
keluar harus berdasarkan sumber yang sama sehingga informasi yang dipaparkan
oleh perusahaan mempunyai kesamaan tema dan penentuan posisi (positioning) (Ayuningtyas, 2018).
Dalam
membangun usaha diperlukan adanya pemasaran produk apa yang kita jual. Memasarkan
produk guna dikenal oleh masyarakat luas. Selain itu juga meningkatkan
kuantitas produk terjual. Iklan dalam
usaha yang kita punya menjadi hal yang krusial. Banyak cara agar menarik
perhatian target seperti membuat iklannya menjadi menarik dan melakukan promo
diskon dalam suatu produk. Itu semua perlu strategi pemasaran yang benar. Mengkuti perkembangan zaman yang mana
telah berkiblat ke arah revolusi industri 4.0. Perlu menyeimbangkan antara
iklan yang komunikatif dengan teknologi yang berkembang saat ini.
D. Perilaku Konsumen
Kegiatan
yang melibatkan konsumen berhubungan dengan perilaku, dimana sebelum memutuskan
sebuah perilaku membeli atau tidak, sebelumnya ada proses yang dilalui.
Sehingga yang menjadi perhatian utama dari pemasar adalah meningkatkan
pelayanan yang pada akhirnya berdampak kepada perilaku konsumen. Perilaku
konsumen adalah tindakan langsung dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan
menghabiskan produk berupa barang atau jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan menyusuli tindakan (Herlyana, 2012 dalam Alfirahmi, 2019).
Perilaku
konsumen selalu berhubungan dengan kebutuhan. Proses awal adalah konsumen akan
mengenal kebutuhan yang diharapkan, dimana umumnya sikap ini muncul dari
stimulus tentang memikirkan sesuatu baru kemudian diikuti dengan proses
pencarian informasi. Ketika dihubungkan dengan proses pencarian informasi,
konsumen mencari segala informasi yang dibutuhkan dari berbagai sumber seperti
iklan, media sosial, atau pendapat dari orang terdekat (Alfirahmi, 2019).
Ketika
informasi sudah diperoleh, konsumen akan melakukan evaluasi sederhana untuk
memastikan perilaku yang akan diambil, atau mencari alternatif yang sekiranya
dianggap baik. Pada tahap ini konsumen akan menentukan perilaku, berupa keputusan
pembelian. Berdasarkan tahapan terakhir dari Kotler, maka tahapan terakhir
berupa evaluasi baru akan diperoleh ketika konsumen sudah melakukan pembelian (Alfirahmi, 2019).
Berdasarkan
kepada faktor internal, ada beberapa faktor yang menentukan perilaku konsumen
diantaranya uang, waktu, perhatian, motivasi dan pengetahuan konsumen akan
produk. Pada umumnya ketika konsumen ditawarkan dengan harga produk yang
rendah, konsumen akan cepat mengambil keputusan. Sebaliknya, produk yang dijual
dengan harga tinggi membutuhkan pertimbangan matang untuk memutuskan perilaku (Duncan, 2005 dalam Alfirahmi, 2019).
Gaya
hidup sebagian anak muda cenderung berorientasi pada nilai kebendaan dan
prestise, yang terlihat melalui fenomena coffee
shop sebagai gaya hidup hedonis kaum muda. Melalui pemahaman teori
perkembangan dan “akhlak islam ini” menunjukkan bahwa: karakteristik remaja
yang cenderung berlaku impulsif, senang menjadi pusat perhatian, cenderung
ikut-ikutan, dan peka terhadap inovasi-inovasi baru menjadi pendukung kecenderungan
gaya hidup hedonis (Herlyana, 2012 dalam Alfirahmi, 2019).
Dengan
demikian, perilaku termasuk tindakan manusia untuk mendapatkan apa yang
diinginkan. Manusia memiliki kehendak masing-masing dan tak seorang pun berhak
melarang tindakan manusia apabila tidak melanggar norma, aturan, dan merugikan.
Manusia juga berperilaku sesuai dengan perkembangan zaman, mengikuti arus zaman
yang dilewati.
METODE PENELITIAN
Studi
ini menggunakan metode penelitian studi pustaka. Mengamati dari hasil-hasil
penelitian yang ada dan dijabarkan menurut sumber dan referensi. Sumber-sumber
yang diambil berasal dari jurnal penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Indonesia
sebagai negara agraris yang kaya akan pertanian seperti sawah, kebun teh, kebun
kopi, kebun karet, kebun apel dan berbagai macam rempah-rempah bisa
memaksimalkan produksinya untuk dikonsumsi masyarakat luas. Salah satunya kopi,
Indonesia dikenal sebagai penghasil kopi terbesar di dunia. Indonesia memiliki
berbagai macam varian kopi dari berbagai daerah seperti Aceh, Nusa Tenggara Timur,
Bali dan sebagainya. Kopi biasa digunakan dalam makanan dan minuman, sejak
dahulu juga Indonesia telah memiliki budaya minum kopi. Biasanya kopi diseduh
dengan air panas sebelum dinikmati.
Dahulu
biasanya kopi hanya disantap oleh para orang tua di waktu pagi dan sore hari.
Namun, saat ini kopi digemari juga oleh para kaum muda. Kopi tersedia di
warkop-warkop (warung kopi) pinggir jalan dengan bentuk bangunan yang
sederhana. Walaupun sederhana tetapi tempat tersebut selalu diminati oleh
setiap kalangan baik remaja hingga orang tua. Bahkan mereka bisa menghabiskan
berjam-jam hingga larut malam dengan menikmati segelas kopi sambil bersenda
gurau.
Sejak
kehadiran kedai kopi premium dengan nama Starbucks pada tahun 2002, maka mulai
berjamurnya kedai kopi (coffee shop) di
beberapa wilayah Indonesia, akan tetapi belum ramai. Namun, fenomena munculnya
kedai kopi dimulai tahun 2014 bahkan dikemas dalam bentuk usaha franchise (waralaba) (Aryani, 2019). Ada
juga konsep kios kopi (coffee stalls)
yang didesain kekinian dan minimalis. Sekarang telah bermuncul berbagai merek (brand) kios kopi seperti Kopi Dari Hati,
Janji Jiwa, Kopi Kenangan, Fore. Rata-rata kedai kopi tersebut memiliki desain
yang minimalis, kekinian, dan instagramable
(bagus dan menarik jika diposting ke instagram).
Seiring
perkembangan zaman yang mana teknologi semakin maju tak lepas juga dengan
perkembangan bisnis yang semakin beragam. Manusia berlomba-lomba menciptakan
kreasi agar tetap bisa bertahan hidup ditengah persaingan ekonomi kini. Revolusi
industri semakin berkembang mulai dari revolusi industri 1.0 yang mana pemasar
tidak peduli dengan situasi yang dihadapi konsumen, karena tindakan yang
dilakukan adalah meyakinkan konsumen akan produk tanpa melihat kepada kondisi
dari konsumen. Selanjutnya marketing
pada revolusi industri 2.0 lebih menekankan kepada customer-centric, yaitu
konsumen adalah pusat dari segala kegiatan pemasaran. Pemasar atau perusahaan
berbondong-bondong melakukan penelitian untuk melihat keinginan dan kebutuhan
konsumen, yang kemudian dijadikan sebagai rancangan dari produk yang akan
dipasarkan. Kemudian, marketing pada
revolusi industri 3.0 tentang menawarkan pemahaman bahwa pemasar ditantang
untuk melahirkan sebuah produk yang pas dengan semangat kemanusiaan. Saat ini
kita telah memasuki revolusi industri 4.0 dimana marketingnya menggunakan pendekatan pemasaran yang mengkombinasikan
interaksi daring (online) dan interaksi luring (offline) antara pemasar dan konsumen. Pemasar diminta
untuk tidak hanya mengedepankan branding,
tetapi juga harus memperhatikan sisi kemanusiaan dari konsumen dengan
menyuguhkan konten yang relevan dengan pelanggan dan kemasan yang up-to-date dan bagus. Marketing 4.0 juga
mengedepankan teknologi. (Kertajaya, 2017 dalam
Alfirahmi, 2019)
Agar
mendapat konsumen dalam suatu usaha perlu adanya pemasaran dengan melakukan
promosi dan juga komunikasi yang baik dengan konsumen. Promosi dapat dilakukan
di mana saja, kapan saja dengan cara apa saja. Bisa dengan baliho, spanduk,
brosur, banner, ataupun pengiklanan di televisi dan internet. Dunia yang serba
modern ini sangat mengandalkan internet di dalamnya, tentu saja memudahkan kita
dalam melakukan apapun, mulai dari belanja, memesan ojek, hingga dompet
elektronik. Sesuai dengan revolusi industri 4.0 yang berkolaborasi dengan
teknologi yang semua berada dalam genggaman, saat ini telah tersedia platform
untuk memesan pangan yang kita inginkan. Aplikasi tersebut tentunya akan
memudahkan para pemilik usaha kopi untuk mempromosikan usahanya, usaha tersebut
seperti gofood dan grabfood. Bahkan ada merek minuman kopi kekinian yang telah
memiliki aplikasi sendiri seperti Fore. Bisa juga dengan endorse (menyuruh orang yang terkenal untuk mempromosikan) kepada
para artis maupun influencer (orang
yang berpengaruh) dengan follower (pengikut)
dengan jumlah banyak. Dengan begitu, akan sangat membantu memperkenalkan produk
tersebut kepada masyarakat.
Usaha
kopi kekinian juga baiknya memiliki media sosial sebagai tempat promosi
produknya. Orang-orang bahkan banyak yang lebih aktif di media sosial. Untuk
mengatur media sosial juga diperlukan admin. Admin juga harus interaktif dengan
pengguna media sosial agar tidak terkesan kaku dan tentunya menyenangkan. Saat
ini banyak ditemukan admin-admin yang aktif dan humoris di media sosial,
terbukti dengan keinteraktifan dan cepat tanggap tersebut akan menarik minat
konsumen sehingga mau mengikuti media sosial mereka.
Penetapan
harga pada produk usaha kopi kekinian disesuaikan dengan target pasar mereka.
Jika target pasar mereka anak sekolahan biasanya menetapkan tarif ramah. Namun,
jika target kalangan menengah ke atas, berarti harus siap membangun usahanya di
sekitar kawasan elite. Jika mereka membangun kafe mewah di kawasan padat
penduduk menengah ke bawah, maka sudah dipastikan tidak akan dilirik oleh
konsumen sekitar mereka. Bentuk kafe, produk yang digunakan, desain, hingga
perlengkapan di dalamnya juga menjadi faktor untuk menentukan nilai jual produk
kopi tersebut.
Selain
itu, branding juga krusial dalam
menjalankan usaha kopi. Maksud dari branding
ialah memberikan identitas atau pengenalan dalam suatu produk agar produk
tersebut selalu dikenal dan diingat oleh masyarakat. Branding bisa dilakukan dengan memberi nama yang mudah diingat dan
unik, ada juga nama yang berfilosofi dan puitis seperti merek Kopi Lain Hati,
Baper, Kenangan, dan lain-lain. Slogan yang singkat dan bermakna juga termasuk branding yang baik. Memberikan maskot
atau logo juga perlu diperhatikan. Sayangnya, kini ada saja pengusaha yang
menggunakan nama-nama “nyeleneh” untuk merek mereka dan terkesan tak senonoh
seperti merek Ko&thol dan Ngo Cok. Hal tersebut dilakukan agar para target
penasaran dengan produk mereka tanpa memperhatikan etika yang ada. Itu semua
perlu dipertimbangkan sesuai target pasar masing-masing.
Melalui
fenomena kedai kopi kekinian ini, ada banyak respon dari masyarakat. Respon itu
timbul mulai dari remaja, dewasa, hingga orang tua. Menanggapi fenomena bisnis
kopi kekinian dipastikan yang lebih antusias ialah para remaja dan dewasa.
Tempat tinggal juga mempengaruhi antusias masyarakat dalam fenomena ini.
Misalnya, warga kota atau pinggiran kota lebih antusias daripada warga desa,
biasanya dikarenakan karena tidak tersedianya kedai kopi di wilayah tersebut.
Latah
atau ikut-ikutan juga menjadi fokus perilaku konsumen. Seringkali terjadi pada
kaum muda yang senang mengikuti tren masa kini. Ada anggapan dari kaum muda
jika tidak mengikuti tren maka akan tertinggal zaman. Hal tersebut biasanya
karena mereka kaum muda lebih mengutamakan prestise (gengsi) dalam gaya hidup
mereka. Kaum muda juga biasanya berkunjung ke kedai kopi kekinian selain
bercengkarama dengan kerabat mereka juga sebagai bahan unggahan mereka ke media
sosial.
Berbeda
dengan kaum muda, orang tua lebih biasa saja dalam menanggapi fenomena ini.
Orang tua lebih suka menikmati kopi di warkop (warung kopi) sederhana yang
biasa mereka kunjungi. Orang tua memiliki waktu lebih sibuk untuk bekerja. Selain
itu juga, agar selalu bisa berinteraksi dengan para tetangga hingga orang baru,
yang mana itu akan menjaga relasi mereka.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pemaparan di atas bahwa tradisi minum kopi tidak akan lekang dari waktu.
Tradisi minum kopi akan selalu diminati oleh setiap usia, semua itu tergantung
dengan arus zaman yang dilewati. Saat ini sedang menjamur kedai kopi kekinian
dengan nuansa kafe yang minimalis dan instagramable.
Kedai-kedai kopi untuk menarik perhatian target juga memakai nama yang unik,
mudah diingat, bahkan puitis. Biasanya nama dan kata-kata puitis dipakai untuk
menggait target remaja. Remaja lebih suka dengan kata-kata romantis dan
bermakna. Harga yang ditawarkan juga beragam tergantung taget pasar mereka.
Agar produk. Harga yang ditawarkan juga beragam tergantung taget pasar mereka.
Agar produknya semakin dikenal, para pengusaha biasanya mengiklankan di baliho,
spanduk, media sosial hingga para publik figur ataupun influencer (orang yang berpengaruh). Respon untuk fenomena kedai
kopi kekinian ini juga berbeda-beda, kaum muda lebih antusias dari orang tua.
Banyak kaum muda yang mengutamakan konsumerisme dan prestise dalam diri mereka.
Sedangkan, orang tua lebih biasa saja menanggapi fenomena ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alfirahmi.
(2019). Fenomena Kopi Kekinian di Era 4.0 Ditinjau dari Marketing 4.0 dan Teori Uses
and Effect. Jurnal Lugas, 24-30.
Aryani,
D. I. (2019). Tinjauan Sensory Branding
dan Psikologi Desain Kedai Kopi Kekinian terhadap Perilaku Konsumen (Studi
Kasus: Mojo Coffee). Jurnal Ilmiah Desain Interior, 330-336.
Ayuningtyas,
D. (2018). Pengaruh IMC Kobrew Coffee dalam Menarik Minat Beli Konsumen. Electronic
Theses and Dissertations UMS, 4.
Hendrawan,
F. (2019). Karakteristik Desain Facade Kios-Kios Kopi (Coffee Stalls) Kekinian di Kota Denpasar. Jurnal Patra.
Herlyana,
E. (2012). Fenomena Coffee Shop
sebagai Gejala Gaya Hidup Baru Kaum Muda. Thaqafiyyat, 190.
Hidayatullah,
N. A. (2018). Realitas Kafe Kekinian bagi Kalangan Mahasiswa pada Komunitas
Instameet Surabaya. Jurnal Unair, 10-16.
Kholik,
N. S. (2018, April 06). Kajian Gaya Hidup Kaum Muda Penggemar Coffee Shop. p. 9.
Rahardjo,
P. (2017). Berkebun Kopi. Jakarta Timur: Penebar Swadaya.